Senin, 16 Februari 2009

INFORMASI PERKARA SEMUDAH CEK HARGA

Mendapatkan Informasi Perkara Semudah Cek Harga di Mall
Wonosari | badilag.net (9/1)

“Ternyata mendapatkan informasi perkara itu mudah,” itulah sepenggal testimoni yang disampaikan seorang pencari keadilan di PA Wonosari, sebut saja Sutini, sesaat setelah mengoperasikan layanan informasi perkara melalui barcode (kode batang). Meskipun Sutini tidak bisa mengoperasikan komputer namun ia tidak mendapatkan kesulitan ketika mengoperasikan informasi perkara dengan sistem barcode. Dengan mendekatkan selembar kertas yang memuat simbol barcode ke arah scanner barcode, informasi seputar perkara yang sedang dijalaninya muncul di layar komputer. "mudah sekali, seperti cek harga di Mall atau supermarket", akunya dengan penuh kebanggaan.

Teknologi yang sudah populer inilah yang dikembangkan oleh Pengadilan Agama Wonosari untuk meningkatkan pelayanan kepada pencari keadilan. Masyarakat awam yang kebanyakan tidak akrab dengan perangkat komputer, namun mereka minimal pernah melihat fungsi barcode. Manfaat lain, sistem barcode juga terbukti efektif untuk mencegah para pihak berhubungan langsung dengan pejabat pengadilan."Untuk mengetahui informasi perkara para pihak cukup 'berdialog' dengan scanner barcode", ungkap Panitera PA Wonosari melalui surat elektronik kepada badilag.net

Barcode dan kelengkapannya

ImageBarcode atau kode batang adalah suatu kumpulan data optik yang dibaca mesin. Sebenarnya kode batang ini mengumpulkan data dalam lebar (garis) dan spasi garis parallel. Barcode biasanya digunakan oleh kasir di swalayan atau supermarket untuk mempermudah dan mempercepat proses pendeteksian suatu barang. Simbol barcode dicetak di produk-produk yang dijual pihak swalayan atau supermarket. Dalam perkembangannya barcode tidak hanya digunakan di swalayan atau supermarket, namun juga untuk keperluan lain. Dibidang kependudukan misalnya, di beberapa daerah barcode sudah mulai di cetak di Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Bagi PA-PA yang sudah menerapkan aplikasi SIADPA (Sistem Informasi dan Administrasi Perkara Pada Pengadilan Agama) tidak perlu membuat dan merancang barcode karena program ini sudah tersedia dalam aplikasi SIADPA versi terbaru.
Untuk bisa memanfaatkan barcode informasi perkara diperlukan alat kelengkapan sebagai berikut: Pertama, seperangkat komputer (client) yang terhubung dengan aplikasi SIADPA. Barcode informasi perkara hanya terdapat di aplikasi SIADPA versi terbaru. Aplikasi SIADPA terbaru dapat diunduh (download) di www.pengadilan.net.

Kedua, barcode dicetak dalam kertas tertentu. Untuk mempermudah para pihak dalam mengakses informasi, maka barcode dapat dicetak di SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar), relaas panggilan ataupun kertas khusus. Cara memasukkan simbol barcode cukup dengan mengetik kode #BAR_CODE# pada master blanko (dokument SKUM atau relaas panggilan). Sedangkan untuk melihat tampilan simbol barcode yaitu dengan menjalankan aplikasi SIADPA dan melakukan preview pada dokument yang telah diberi kode #BAR_CODE#.

Ketiga, scanner barcode. Scanner barcode merupakan mesin pembaca kumpulan data optic (barcode). Harganya bervariasi dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Informasi yang tersedia

Cara mengoperasikan barcode informasi perkara sangat mudah. Buka aplikasi SIADPA terlebih dahulu, masuk ke menu penerimaan => tool => informasi perkara (barcode). Setelah aplikasi siap, para pihak cukup mendekatkan kertas yang memuat simbol barcode (SKUM, relaas panggilan, dll) ke arah scanner barcode. Secara otomatis komputer akan menampilkan informasi perkara yang dimaksud. Setiap nomor perkara mempunyai satu simbol barcode yang unik dan beda, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan tertukar kodenya.

Informasi perkara yang tersedia antara lain identitas para pihak, jenis perkara, tanggal pendaftaran, tanggal sidang pertama hingga terakhir, acara persidangan, tanggal putus, tanggal dan nomor akta cerai, serta jurnal keuangan perkara. Dalam jurnal keuangan para pihak dapat melihat transaksi keuangan perkara yang meliputi panjar biaya perkara yang telah dibayar dan pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan untuk keperluan penanganan perkara tersebut. (Tim TI PA Wonosari)

MEDIASI PERLU DITANGANI SECARA PROFESIONAL

TUADA PERDATA : “MEDIASI PERLU DITANGANI SECARA PROFESIONAL”


WASHINGTON DC-HUMAS. “Sangat bagus”. Itulah kesan Atja Sondjaja, SH, Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI, ketika ditanya komentarnya terhadap pelaksanaan mediasi di “Superior Court” Washington DC, Amerika Serikat. Komentar itu dilontarkan Atja, setelah rombongan MA-RI mengadakan studi khusus tentang mediasi di pengadilan tingkat pertama di Distric Columbia itu, minggu lalu.

Lebih lanjut, Ketua Muda yang banyak menaruh perhatian terhadap mediasi ini menyatakan bahwa pengadilan di Indonesia harus banyak belajar dari negara-negara maju di bidang mediasi ini. Mediasi di negara-negara maju ditangani demikian profesional, sehingga kepuasan para pihak sangat tinggi.

“Indonesia harus terus melakukan pelatihan-pelatihan mediasi, sehingga para mediator bertindak profesional dalam menjalankan tugasnya”, tegas Atja. Diharapkannya pula agar lembaga-lembaga pelatihan yang bersertifikat dari Mahkamah Agung terus dikembangkan, sehingga mediator-mediator profesional lebih banyak lagi dihasilkan.

Demikian bagusnya sistem pelatihan dan proses mediasi di pengadilan-pengadilan negara maju, seperti Amerika Serikat, Australia, Cina dan Jepang, Atja mengharapkan agar hakim-hakim mediator Indonesia banyak belajar dari mereka. “Kita lakukan kerjasama dengan negara-negara tersebut, agar para hakim mediator kita melihat dan belajar di pengadilan-pengadilan mereka”, tegasnya.

Mediasi yang dilakukan di Family Court yang berada di bawah Superior Court Washington DC, sebagaimana di negara-negara maju lainnya, sangat memuaskan para pihak yang bersengketa.

Ada dua jenis mediasi, yaitu “Family Mediation” dan “Child Protection Mediation”. Kedua-duanya ditangani oleh Bagian Penanganan Sengketa (Dispute Resolution Division). Hasil survey terhadap para pihak yang menggunakan jenis “Family Mediation”: 90% pengguna menyatakan puas dengan solusi yang dihasilkan, 94% menyatakan puas dengan proses mediasi, dan 97% menyatakan puas dengan kinerja para mediator.

Sedangkan 95% dari pengguna “Child Protection Mediation” menyatakan bahwa mediasi itu sangat membantu, 57% menghasilkan kesepakatan penuh dan 38% lainnya “hanya” menghasilkan kesepakatan sebagian dari persoalan mereka.

Setelah dijelaskan berbagai hal yang berhubungan dengan Mediasi, para peserta short course sangat terkesan,. “Ini menggambarkan betapa profesionalnya penanganan mediasi di sini”, ungkap Dirjen Badilmiltun, Sonson Basar, yang ikut dalam short course tersebut.

Sementara itu, Dirjen Badilum, Cicut Sudiarso, menyatakan mediasi itu sangat penting untuk mengurangi jumlah perkara di pengadilan. “Memang, sebaiknya sengketa itu berakhir dengan damai”, ungkapnya. Dirjen yang kiayi ini, juga sangat salut dengan pelaksanaan mediasi di Family Court Washington DC ini.

Mediasi, yang di pengadilan keluarga ini bersifat “voluntary” dan sama sekali terpisah dari proses pengadilan, ditunjang oleh fasilitas yang memadai. Sebut saja para mediatornya. Pengadilan mempunyai 3 mediator dari lingkungan pengadilan –bukan hakim- dan 36 mediator dari para profesional masyarakat.

Sebagai perbandingan, di Pengadilan Distrik Maryland yang berlokasi di Greenbelt, mediator itu hanya terdiri dari hakim magistrat yang tidak menangani perkara. Pengadilan ini tidak menangani perkara keluarga, sebab ini adalah pengadilan federal. Perkara keluarga ditangani oleh pengadilan negara bagian.

Di Superior Court Washington DC, para mediator harus sudah mengikuti pelatihan khusus minimum 65 jam dan kinerjanya dievaluasi serta harus mengikuti latihan tambahan setiap tahun. Pada umumnya mereka adalah para sarjana di bidang pekerja sosial, pendidikan, hukum, psychology, SDM dan bidang-bidang lainnya yang terkait.

Mereka sangat profesional dalam menghadapi para pihak: netral, menyenangkan dan tidak boleh memberikan nasehat, apalagi menentukan putusan. Mereka “hanya” memfasilitasi para pihak untuk menyampaikan kepentingan dan keinginannya secara bebas dan menciptakan suasana yang mengarah kepada pertimbangan yang terbaik untuk kepentingan keluarga dan anak.

Mediasi betul-betul terpisah dari proses litigasi. Karena kesadaran dan kebutuhan, para pihak yang mempunyai masalah dengan keluarga dan anak, mendatangi “Dispute Resolution Division”, walaupun mereka tidak berperkara di pengadilan.

Setiap pertemuan mediasi dilakukan sekitar 2 jam. Biasanya setelah 3 atau 4 kali pertemuan, kesimpulan sudah dapat dihasilkan. Jika dicapai kesepakatan, dibuatkan draft kesepakatan. Jika disetujui, lalu ditandatangani para pihak. Jika sengketa itu merupakan perkara pengadilan, maka kesepakatan tadi diserahkan ke hakim yang menangani perkara. Jika tidak dicapai kesepakatan, proses perkara dilanjutkan.

Hal menarik lainnya dari Superior Court ini adalah adanya pelatihan bagi para orang tua yang bermasalah. Pelatihan ini dilakukan di pengadilan pada setiap hari Sabtu selama 3 ½ jam.

“Sekitar 40% dari para pihak tidak mengikuti pelatihan”, kata Richard Becker, petugas program mediasi keluarga yang menerima peserta short course dari Mahkamah Agung RI, di Washington DC. Ini dapat difahami, sebab keluarga itu pada dasarnya sudah pecah.

Ketika ditanyakan oleh Atja Sondjaya, pimpinan rombongan shortcourse ini, tentang perceraian, apakah pada umumnya mereka sepakat untuk bercerai atau sepakat untuk rukun kembali, Richard menjelaskan bahwa keluarga yang sudah pecah ini jarang sekali dapat rukun kembali. Jadi, keberhasilan mediasi ini dalam hal-hal di luar perceraian. “Kebanyakan kasus adalah datang dari ‘unmarried parents’ ”, Richard menegaskan. (‘unmarried parents’ diterjemahkan sebagai orang tua/pasangan yang tidak menikah, atau sudah pisah, red).

Secara teoritis, mediasi itu memerlukan biaya. Biaya ini dibayar oleh para pihak. “Tapi dalam kenyataannya, pada umumnya mereka tidak membayar, sebab kebanyakannya orang miskin”, kata Richard lagi.

Diperoleh informasi bahwa pada umumnya biaya mediasi itu adalah untuk para mediator yang dibayar $60 setiap kali melakukan pertemuan mediasi. Atau sekitar $100 - $150 setiap kasus yang memerlukan mediasi.

Pada umumnya setiap kasus ditangani oleh seorang mediator. Namun kasus-kasus berat dapat ditangani oleh lebih dari seorang.

Mediasi selalu dilakukan di ruang pengadilan, tidak dilihat siapa mediatornya, dari pengadilan atau dari luar pengadilan. Hal ini untuk memudahkan pelaksanaan dan yang lebih penting lagi untuk kepentingan keamanan para pihak dan si mediator itu sendiri.

Mengenai statistik, Richard Becker menjanjikan kepada Badilag.net untuk mengirimkannya ke Indonesia via email. (amr).

Selasa, 16 Desember 2008

Untuk Mendukung Transparansi,

MA Kembangkan Pelaporan Biaya Perkara Melalui SMS


Jakarta | badilag.net (6/12)

Image Setelah memuat transparansi anggaran/keuangan di lebih dari 170 situs web pengadilan pada pertengahan September 2008, kini MA telah mengembangkan sistem pelaporan keuangan perkara pengadilan dengan menggunakan teknologi short massage service (SMS). Menurut Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Dr. Harifin A. Tumpa, laporan keuangan perkara adalah informasi yang belum tersentuh dalam laporan tahunan MA.
“Oleh karena itu MA telah menerbitkan SEMA No 9/2008 dan mengembangkan sistem pelaporan perkara dengan menggunakan SMS”, ujar Dr. Harifin A. Tumpa pada penutupan Rapat Koordinasi Ketua dan Panitera/Sekretaris Pengadilan Tingkat Banding seluruh Indonesia, di Hotel Mercure Jakarta tadi malam (5/12).

Meski kebutuhan mendesaknya untuk laporan tahunan MA, Harifin menegaskan sistem pelaporan dengan SMS ini dapat terus dijaga keberlangsungannya. Menurutnya, transparansi keuangan perkara di pengadilan menjadi bagian dari reformasi MA dan publik selalu menganggap biaya perkara ini sebagai sumber korupsi. “Jika kita tida membuka informasi ini ke publik, kita akan terus dicurigai”, tegasnya.

Image

Pengelanal Sistem Pelaporan Perkara berbasis SMS terhadap para administrator di tingkat Ditjen oleh Pengembang, Kamis (4/12) di Penang Bistro Jakarta

Menurut Arya Suyudi dari Tim Pembaruan MA, sistem ini sangat mudah, karena hanya perlu handphone untuk mengirim SMS. Mekanismenya, lanjut Arya, Setiap Pengadilan mengirimkan SMS ke nomor sms center mengenai informasi keuangan perkara yang terdiri dari informasi yang dibutuhkan. Sistem akan mengolah dan menghasilkan laporan secara instan tentang informasi jumlah yang diperlukan serta status-status lainnya segera . Hasil pengolahan maupun data mentah akan disalurkan ke masing-masing Direktorat Jenderal.

Arya selanjutnya mengharapkan pelaporan dengan sms ini telah efektif mulai 20 Desember 2008 dan di awal 2009 informasi penerimaan dan pengeluaran keuangan perkara tahun 2008 telah terkumpul di kepaniteraan MA.

“Tanggal 15 Desember -20 Desember 2008, periode uji coba, PT diharapkan melakukan sosialiasi dan dapat berlatih memasukkan data dan tanggal 20 Desember 2008 – 5 Januari 2009, periode memasukkan seluruh data laporan keuangan perkara (form L1 A7 dan L2 A3) bulan Januari 2008 – desember 2008 ke dalam sistem”, paparnya saat melakukan pengenalan aplikasi ini di tempat yang sama.

Desentralisasi Pembinaan

Disamping menyoroti soal pelaporan keuangan perkara, Harifin A Tumpa, meminta agar pengadilan tingkat banding memberikan perhatian yang besar terhadap upaya peningkatan kualitas seluruh unsur yang ada di daerah, mulai dari hakim, penitera, hingga jurusita. “Jalannya suatu peradilan yang baik jika seluruh unsur tersebut bekerja secara propesional”, kata Harifin.

Wakil Ketua MA Non Yudisial ini meminta para pimpinan pengadilan tingkat banding ini memberdayakan potensi yang ada untuk membina hakim muda. Menurutnya ada sejumlah temuan yang menunjukan bahwa mereka tidak mengetahui hal-hal yang elementer.

“Pelatihan secara terpusat tidak menjangkau seluruh hakim. Daya jangkau pusat sangat kecil, Jika 1 tahun 1000, untuk menjangkau semuanya diperlukan sepulug tahun”, ungkapnya

Tentang upaya pembinaan ini, Wakil Ketua MA ini menjelaskan bahwa hal-hal yang elementer menjadi ranahnya pengadilan banding sedangkan Pusat menangani masalah advance, seperti permasalahan hukum kontemporer. “Tantangannyanya adalah memastikan Pengadilan Tingkat Banding sangggup melakukan fungsi pembinaan ini”, ujarnya. ( asepnursobah@badilag.netThis email address is being protected from spam bots, you need Javascript enabled to view it )

Selasa, 18 November 2008

COURT QUALITY FORUM

Pendahulaun
Pada tahun 2003 Mahkamah Agung Republik Indonesian memulai
pembaharuan yang ditandai dengan terbitnya cetak biru (blue print). Cetak biru
tersebut merupakan pedoman dan dasar pemikiran dalam rangka melakukan
perubahan secara mendasar sebagai upaya menjadikan Mahkamah Agung dan
Pengadilan di bawahnya lebih professional, transparan dan akuntabel dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Salah satu rekomendasi yang tertuang dalam cetak biru tersebut, adalah
berupa kertas kerja pembaruan sistem pembinaan sumber daya manusia
Hakim. Kualitas dan kemampuan sumber daya manusia di lingkungan
Mahkamah Agung dan Pengadilan di bawahnya harus dikembangkan dengan
program-program yang komprehensif dan terintegrasi, dalam rangka
pembinaan sumber daya manusia itu pula Ketua Mahkamah Agung RI pada
tanggal 11 September 2008 yang lalu menunjuk Andriani Nurdin (Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat), Yasardin (Ketua Pengadilan Agama Depok),
Kadar Slamet (Ketua Pengadilan TUN Jakarta) dan Budi Purnomo (Pengadilan
Militer Jakarta), untuk mengikuti konfrensi Court Quality Forum di Sydney,
Australia yang dilaksanakan pada tanggal 21 s/d 23 September 2008, berikut ini
hasil konfrensi tersebut.
Court Quality Forum
Court Quality Forum (CQF) adalah forum yang berusaha meningkatkan
kualitas Pengadilan yang merupakan konsursium The Australasian Institut of
Judicial Administration, The Federal Judicial Center of The United State of
America, The Nasional Center For State Courts of the United State dan The
subordinate Courts of Singapore, dalam pengembangan kerangka kerjanya
juga terlibat European Commission for efficiency of Justice, the world bank dan
Spring Singapore.
Konsursium ini telah melakukan beberapa kali seminar dan konfrensi
dan telah menghasilkan kerangka kerja internasional untuk peradilan yang baik

(international framework for Court Exellence) yang dapat digunakan oleh
Pengadilan di seluruh dunia, terutama di negara berkembang, untuk
meningkatkan kualitas keadilan dan kualitas administrasi Pengadilan.
Konfrensi CQF di Sydney yang lalu diikuti oleh 116 orang peserta yang
berasal dari Amerika Serikat, Australia, New Zealand, Singapura, Indonesia,
World Bank, Perancis, Papua New Guinea, Philipina, Thailand, Vanuatu,
Solomon Island, Palau, Samoa dan Cook Island. Konfrensi ini bertujuan untuk
mendiskusikan dan mengembangkan kerangkan kerja yang telah ada dan
mempresentasikan kepada para peserta keberhasilan negara-negara, seperti
Singapura dan Mongolia dalam mereformasi Pengadilan mereka dengan
menerapkan kerangka kerja internasional tersebut.
International Framework for Court Exellence (IFCE)
IFCE ini dibuat karena kurangnya pedoman untuk mengukur performen
Pengadilan baik pada level nasional maunpun Internasional, benar sudah ada
di beberapa negara standar untuk mengukur performen Pengadilan tersebut,
tetapi Pengadilan membutuhkan tidak hanya sekedar kumpulan aturan untuk
mengukur performen Pengadilan secara kualitatif maupun kuantitatif saja, oleh
karena itu IFCE ini juga menyajikan percobaan internasional yang telah berhasil
mengidentifikasi proses mewujudkan Court Exellence, tanpa melihat lokasi,
ukuran Pengadilan atau sumberdaya teknologi yang tersedia. Framework ini
didisain untuk diterapkan pada semua Pengadilan yang bersar maupun kecil,
Pengadilan di kota maupun di daerah terpencil.
Dalam IFCE telah ditetapkan bahwa untuk mencapai performen dan
kualitas Pengadilan yang baik suatu Pengadilan harus menerapkan nilai-nilai
Pengadilan (Court Values) dan membangun tujuh prinsip untuk Pengadilan
yang baik (seven areas for court exellence). Penerapan Court Values dan
Seven area for Court Exellence akan menjamin terwujudnya performen dan
kualitas Pengadilan yang baik. Dengan kata lain performen dan kualitas
pengadilan sangat tergantung pada penerapan court values dan seven area for
court exellence.
Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan tabel yang menunjukkan
bahwa performen dan kualitas pengadilan tergantung pada penerapan CV dan
SAFCE:
Court Values
Konsursium telah menetapkan suatu kesepakatan internasional tentang
nilai-nilai dasar (Core Values) yang dapat di terapkan di pengadilan dalam
melaksanakan tugasnya, di antara nilai-nilai yang sangat penting dilaksanakan
dalam rangka menjalankan fungsi pengadilan adalah:
1. Perlakuan yang sama di depan hukum (Equality before the Law);
2. Kejujuran (Fairness);
3. Tidak memihak (Impartiality);
4. Kebebasan dalam membuat putusan (Independence of Decision
Making);
5. Kemampuan (Competence) ;
6. Berintegritas (Integrity);
7. Terbuka (Transparency);
8. Mudah dikunjungi (Accessibility);
9. Tepat waktu (Timeliness);
10. Kepastian (Certainty).
Nilai-nilai tersebut berlaku secara universal. Tercantun pula dalam
ketentuan hukum dan fakta internasional, dalam deklarasi universal hak-hak
asasi manusia, piagam PBB (Pasal 6), Piagam Asean (Bab I), dan prinsip-

SEVEN
AREAS FOR
COURT
EXELLENCE
COURT
VALUES
COURT
PERMOMANC
E
AND QUALITY
prinsip etika Bangalore, serta dicantumkan dalam berbagai ketentuan khusus
undang-undang di berbagai negara.
Seven areas for Court Exellence
Framework ini didasari dua konsep yang menjadi kunci terwujudnya
Pengadilan yang baik, yaitu menejemen dan pengukuran (measurement) dan
framework ini telah mengidentifikasi tujuh area untuk menjadi Pengadilan yang
baik, sebagai berikut:
1. Kepemimpinan dan Manajemen Pengadilan (Court Managemant and
Leadership)
Pemimpin Pengadilan yang proaktif dan inspiratif dalam
memimpin maupun dalam mengelola pengadilan merupakan kunci
sukses dan baiknya pengadilan. Pemimpin pengadilan harus selalu
berusaha untuk memperbaiki kualitas, efektivitas, dan efisiensi dalam
melayani masyarakat karena pengadilan merupakan instisusi khusus
sebagai organisasi profesional pemimpin pengadilan harus mampu
mengembangkan visi tentang bagaimana seharusnya pengadilan
meningkatkan kualitas implementasi 10 (sepuluh) nilai-nilai pengadilan
dan bertanggungjawab dalam memenuhi harapan masyarakat pencari
keadilan melalui proses komunikasi dua arah antara pihak pengadilan
dengan masyarakat.
Pengadilan yang baik hanya dapat dicapai dengan cara menjalin
hubungan dengan lembaga penegak hukum lainnya yaitu: Kepolisian,
Kejaksaan, Penasihat Hukum dan penegak hukum lainnya termasuk
organisasi pemerintah.
Pemimpin harus luwes dan mampu mengadapi perubahan
lingkungan dan masyarakat, globalisasi, perubahan keadaan ekonomi,
variasi dalam tindak pidana dan perubahan hukum.
Pemimpin secara aktif menggerakkan Staf dan Hakim dalam
mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi serta mencari solusi untuk
mengatasinya.
Pemimpin harus selalu berusaha memperbaiki sistem kerja,
inovatif yang mengarah kepada pelaksanaan yang berkualitas dan
pengadilan secara teratur mempublikasikan putusan pengadilan serta
memberikan informasi kepada masyarakat berkaitan dengan tugas
pengadilan.
2. Kebijakan Pengadilan (Court Policies)
Kebijakan pengadilan dilaksanakan dengan cara menghimpun
informasi secara sistematis dari masyarakat tentang pelaksanaan tugas,
perkembangan masyarakat serta harapan masyarakat terhadap
pengadilan. Pengadilan yang baik menggunakan suatu sistem kebijakan
yang terencana dalam rangka mencapai tujuan yang telah direncanakan.
Kebijakan pengadilan dapat berupa penerbitan petunjuk pengadilan
tentang proses penyelesaian suatu perkara.
3. Sumber daya pengadilan yaitu : Personel, Materiil dan Keuangan
(Human, Material and Financial Resources).
Pengadilan yang baik adalah pengadilan yang dapat mengelola
sumber daya dengan penggunaan yang efektif dan produktif. Pengadilan
membuat prioritas dalam penggunaan sumber daya dan
mempertanggungjawabkan penggunaanya kepada publik.
Sumber daya paling penting bagi pengadilan adalah personel baik Hakim
maupun Staf.
Pengadilan selalu memberikan informasi yang up to date
tentang beban kerja Hakim dan Staf pengadilan, selalu berusaha
mencari cara terbaik dalam penyelesaian perkara sesuai dengan
perencanaan waktu yaitu sejak perkara masuk sampai dengan putusan.
Suasana kerja yang kondusif, kenyamanan suasana kerja bagi
personel pengadilan baik Hakim maupun Staf perlu selalu dipelihara dan
setiap personel pengadilan selalu memiliki kesempatan untuk
pengembangan diri yang disusun dalam sistem pendidikan dan latihan
yang berkelanjutan.

Pengadilan yang baik selain harus didukung dengan sumber daya
manusia yang berkualitas juga perlu adanya dukungan sumber daya
materiil yang cukup dan dikelola dengan baik guna mencapai sasaran
tugas pokok.
Ruangan Pengadilan yang tidak memadai, gedung pengadilan yang tidak
tepat, kurangnya ruangan kerja bagi hakim dan staf, atau tidak cukupnya
materiil dan perlengkapan termasuk komputer membawa dampak negatif
bagi kinerja pengadilan. Sumber dana yang ada dikelola dengan baik
dan pada setiap akhir tahun anggaran dilakukan audit oleh akuntan
publik yang indenpenden.
4. Proses persidangan (Court Proceeding)
Proses persidangan yang fair, efektif dan efisien merupakan
indikator pengadilan yang baik disertai dengan perencanaan waktu yang
tepat dalam penyelesaian suatu perkara.
Pengaturan waktu dalam penyelesaian suatu perkara secara teratur
harus ditaati termasuk penyelesaian perkara-perkara yang tertunda.
Cara-cara tertentu perlu dilakukan terhadap perkara yang memerlukan
penyelesaian secara khusus.
Standar operasi dan prosedur merupakan elemen penting yang
mengatur tentang standar waktu yang diperlukan dalam penyelesaian
suatu perkara, membuat rencana sidang dalam perkara khusus. Peranan
aktif Hakim dalam menajemen waktu, pembatasan penundaan sidang
merupakan metode yang efektif dalam persidangan. Apabila diperlukan
dapat menerapkan pola Alternatif Dispute Resolution (ADR). Hakim
sejauh mungkin dihindarkan dari tugas-tugas administrasi. Hakim
memfokuskan pada tugas pembuatan putusan, Staf pengadilan
melaksanakan tugas-tugas administrasi dan dapat membantu
melaksanakan sebagian tugas pengadilan yang bersifat sederhana.

5. Kepuasan Pencari keadilan ( Client Needs and Satisfaction ).
Penelitian membuktikan bahwa kepuasan pencari keadilan
bukan karena hasil putusan yang menguntungkan para pihak saja, tetapi
dipengaruhi pula oleh perlakuan Hakim dan Staf pengadilan dalam
memberikan pelayanan hukum bagi pihak yang berkepentingan dengan
penyelesaian perkara, dan apakah proses hukum dilaksanakan
sebagaimana mestinya atau tidak.
Pengadilan yang baik secara teratur mengevaluasi penilaian
masyarakat dan harapan para pencari keadilan terhadap pengadilan,
yang hasilnya digunakan untuk memperbaiki kualitas pelayanan dan
proses hukum di pengadilan.
6. Biaya terjangkau dan akses ke pengadilan (Affordable and Accessible
Court Service)
Biaya perkara tidak boleh menjadi penghalang bagi pencari
keadilan untuk memperoleh keadilan, prosedur yang rumit dan
persyaratan-persyaratan yang tidak perlu itu dilarang karena
mengakibatkan timbulnya peningkatan biaya penyelesaian perkara.
Sebaliknya perlu tersedianya informasi tentang proses penyelesaian
perkara dengan tanpa dipungut biaya.
Pengadilan harus dapat dengan mudah dikunjungi dengan diberikan
papan petunjuk yang jelas menuju kantor pengadilan. Di samping itu
melalui media elektronik masyarakat atau pencari keadilan dapat dengan
mudah mendapatkan informasi tentang penyelesaian perkara.
Di pengadilan perlu disediakan juru bahasa dan bagi penyandang cacat
diberikan perlakuan atau pelayanan yang baik. Demikian pula bagi yang
tidak mampu secara ekonomis perlu diberikan bantuan hukum secara
cuma-cuma.
7. Kepercayaan masyarakat ( Public Trust and Confidence ).
Pada umumnya kepercayaan masyarakat kepada pengadilan
merupakan suatu indikator kesuksesan pelaksanaan tugas pengadilan.
Tidak ada korupsi, putusan pengadilan yang berkualitas dan dapat
dipahami, penghormatan kepada hakim dan proses persidangan yang
cepat dan tepat waktu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap pengadilan. Kepercayaan publik secara alami akan
meningkatkan ketaatan para pihak atas putusan pengadilan, selain itu
akan meningkatkan pula ketaatan masyarakat terhadap hukum yang
pada gilirannya akan mendukung pelaksanaan tugas pengadilan.
Nomor 1 (menejemen dan kepemimpinan Pengadilan) adalah
sebagai penggerak, nomor 2, 3 dan 4 (kebijakan pengadilan,
SDM,materiil dan Finansial) sebagai sistemnya, sedangkan nomor 5, 6
dan 7 ( kepuasan pencari keadilan, biaya terjangkau dan kepercayaan
masyarakat) sebagai hasilnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
1.COURT MANAGEMENT AND LEADERSHIP
2. COURT POLICIES
3. HUMAN, MATERIAL AND FINANCIAL RESOURCES
4. COURT PROCEEDINGS
5. CLIENT NEEDS AND SATISFACTION
3. AFFORDABLE AND ACCESSIBLE COURT SERVICES
4. PUBLIC TRUST AND CONFIDANCE
Hubungan Court values dan seven area for court exellence
Yang penting bagi pengadilan tidak hanya mempublikasikan nilai-nilai
yang akan memperbaiki performen pengadilan, tetapi juga menerapkan nilainilai
tersebut dalam proses dan praktik pengadilan, setiap nilai tersebut paling
tidak tercermin dalam satu area dari 7 area yang telah dijelaskan di atas.
Tabel berikut ini menggambarkan hubungan yang saling menguatkan
antara court values dan seven areas for court exellence:

DRIVER
SYSTEM
AND
ENABLE
R
RESUL
T
SEVEN
AREAS FOR
COURT
EXCELLENCE
1.COURT MANAGEMENT AND LEADERSHIP
2. COURT POLICIES
3. HUMAN, MATERIAL AND FINANCIAL RESOURCES
4. COURT PROCEEDINGS
5. CLIENT NEEDS AND SATISFACTION
3. AFFORDABLE AND ACCESSIBLE COURT SERVICES
4. PUBLIC TRUST AND CONFIDANCE
Keuntungan mengadopsi framework
- Mengadopsi kerangka ini akan membantu meyakinkan bahwa pengadilan
dapat memberikan pelayanan yang berkualitas untuk memenuhi
masyarakat yang kritis.
- Pengadilan yang adil, dapat diakses, dan efisien menciptakan hubungan
yang positif diantara warganegara, dan diantara warganegara dengan
negara. Publik akan percaya dan yakin bahwa pengadilan akan
memberikan akses, keadilan dan proses yang bertanggungjawab, sehingga
ditingkatkan sendirinya oleh sistem pengadilan yang efektif dan efisien.
Kepercayaan didunia bisnis dan karenanya investasi meningkat. Suatu
Sistem keadilan yang demikian memungkinkan perkembangan ekonomi
yang positif dan perkembangan sosial yang sehat
- Pengadilan harus memecahkan perselisihan dan memutuskan kasususkasus
yang muncul berdasarkan hukum dengan adil, dapat diakses, efektif
dan efisien, dilakukan dalam waktu yang wajar. Hal itu adalah tujuan dari
pengadilan untuk menginterpretasikan hukum secara konsisten, tidak
memihak dan bebas untuk melindungi hak-hak dan kemerdekaan pencari
keadilan.
- Kerangka ini memberikan bimbingan kepada pengadilan untuk meyakinkan
kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap pengadilannnya.
- Mengadopsi kerangka ini membantu memulai endependensi dan
pertanggungjawaban, faktor-faktor kunci dalam membangun pengadilan

DRIVER
SYSTEM
AND
ENABLE
R
COURT
PERFORMANC
E
AND QUALITY
EQUALITY (BEFORE THE LAW)
FAIRNESS
IMPARTIALITY
INDEPENDENCE OF DECISION-MAKING
COMPETENCE
INTEGRITY
TRANSPARENCY
ACCESSIBILITY
TIMELINESS
CERTAINTY
RESUL
T
SEVEN
AREAS FOR
COURT
EXCELLENCE
COURT
VALUES
yang legal dan batas-batas organisasi dalam memonitor dan mengkontrol
pelaksanaannya, dan bertanggungjawab secara publik atas
pelaksanaannya..
- Adanya kepercayaan publik yang diberikan pengadilan mengakibatkan
meningkatnya bisnis investasi.
Saran
Konsep yang disajikan oleh penyelengara diskusi yang berupa
framework ini bagi pengadilan di Indonesia mempunyai relevansi yaitu karena
sebagian dari framework tersebut telah dimulai dilaksanakan yaitu dengan
dibentuknya Tim Pembaharuan MARI berdasarkan Skep KMA Nomor:
086/KMA/SK/VII/2008 yang melaksanankan Pokja: Manajemen Perkara,
Teknologi Informasi, Sumber Daya Manusia, Pendidikan dan Latihan dan
litbang, Manejemen Keuangan, dan Pengawasan Internal.
Selain itu nilai-nilai pengadilan sebagaimana diuraikan di atas
pengadilan di Indonesia telah memiliki Pedoman Perilaku Hakim yang
ditetapkan dengan SK KMA Nomor: 104A KMA/ SK/XII/2006 yaitu : Adil, Jujur,
Arif dan bijaksana, Mandiri, Berintegritas tinggi, Bertanggung jawab,
Menjunjung tinggi harga diri, Rendah hati dan Profesional.
Seiring dengan tugas yang telah dilaksanakan oleh Tim Pokja
pembaruan MARI dan telah adanya pedoman perilaku Hakim berarti sebagian
dari yang akan dinilai melalui framework telah ada, sebagian yang lainnya perlu
dilaksanakan simultan dengan proses pembaruan MARI, oleh karena itu
disarankan sebagai berikut:
a. Perlu dibentuk Tim Pokja untuk mengkaji lebih dalam tentang framework
yang merumuskan bentuk atau pola penilaian pengadilan, responden,
dan lembaga penilai apakah publik secara langsung atau lembaga
tertentu disesuaikan dengan suasana masyarakat dan hukum yang
berlaku di Indonesia.
b. Menyelenggarakan seminar di Indonesia dengan mengundang
pembicara dari Indonesia dan dari Negara-negara yang telah
menerapkan konsep framework dengan dihadiri oleh para pejabat MARI
serta pejabat pengadilan dengan tujuan untuk memperkenalkan
framework dan tujuan diadakan penilaian terhadap kinerja pengadilan.
Penutup
Demikian laporan ini dibuat mohon dapat dipergunakan oleh pimpinan
sebagai bahan pertimbangan membuat kebijakan lebih lanjut.

Rabu, 12 November 2008

OPINI NEGATIF TENTANG PENGADILAN HARUS DILAWAN DENGAN KERJA POSITIF



Sorotan negatif terhadap lembaga peradilan masih terus dilakukan orang. Hal ini disebabkan di samping adanya pembentukan opini yang mempersepsikan lembaga peradilan yang paling korup, juga ada di antara warga peradilan yang selama ini berperilaku buruk, melakukan perbuatan tercela dan tidak mau berubah. Sorotan dan opini negatif ini, tidak cukup hanya dilawan dengan kata-kata, tapi harus ditunjukkan dengan perbuatan dan perubahan ke arah yang positif.

Dr. Harifin A Tumpa, SH, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial menyampaikan hal itu dalam sambutan tertulisnya pada Rapat Kerja Daerah Seluruh lingkungan Peradilan, yang diselenggarakan di semua kota provinsi di Indonesia, secara serentak awal bulan November 2008 ini.

Di Banda Aceh, sambutan Wakli Ketua MA ini dibacakan oleh Atja Sondjaya, SH, Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung, pagi hari ini (Jumat, 7/11/2008). Rakerda yang dihadiri oleh Ketua dan Panitera 4 lingkungan peradilan ini, dihadiri pula oleh Hakim Agung Dirwoto, SH dan Dirjen Badilag MA, Wahyu Widiana.

Lebih jauh, Harifin A Tumpa, yang kini merupakan satu-satunya pimpinan senior di MA, setelah Bagir Manan dan Marianna Sutadi memasuki masa pensiun sejak 1 November ini, menyatakan “Tanpa usaha dan hasil nyata adanya perbaikan yang kita lakukan, maka tidak mungkin kita menciptakan suatu citra yang baik bagi masyarakat”. Oleh karena itu Harifin minta seluruh jajaran pengadilan untuk memperhatikan tiga hal. Pertama, harus mempunyai komitmen yang kuat untuk menegakkan hukum yang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Komitmen ini terutama mengenai penanganan tindak pidana yang menarik perhatian masyarakat, seperti pidana korupsi, perkara narkoba dan illegal logging,

Kedua, pengawasan harus terus menerus dihidupkan dan dikembangkan. Pengawasan ini sangat penting untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan. Bidang-bidang yang perlu dilakukan pengawasan, antara lain, masalah pelaksanaan anggaran DIPA, biaya perkara, tingkah laku hakim/aparat pengadilan, disiplin dan kinerja pegawai. Ketiga, bidang pembinaan perlu terus digalakkan. Para pelaksana di lapangan perlu terus dilakukan pembekalan, bimbingan dan pelatihan-pelatihan. Hanya dengan pembinaan, para aparat, baik hakim, panitera dan jurusita dapat tumbuh dan berkembang. Dalam hal ini, Harifin yang memperoleh gelar Doktor dari FH Unpad ini mengutip pernyataan Galileo, seorang ahli filsafat terkenal, “ Tidak seorangpun yang dapat mengajari seseorang untuk sesuatu, tetapi yang mampu dilakukan adalah bagaimana menumbuhkan pada diri seseorang untuk menemukan sesuatu itu dalam dirinya”. Artinya, semua orang harus diberi motivasi untuk menggali dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya masing-masing.

Di hadapan para peserta, Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, H. M. Soleh, SH, melaporkan bahwa Rakerda yang diselenggarakan 2 hari ini, bertujuan antara lain untuk mensosialisasikan hasil-hasil Rakernas Akbar Mahkamah Agung yang telah diselenggarakan di Jakarta awal Agustus yang lalu. Di samping itu, pada Rakerda ini juga dilakukan pembinaan dan konsultasi mengenai perkembangan terakhir.

Tuada Perdata, Atja Sondjaya, SH didampingi Hakim Agung Dirwoto, SH, akan mempresentasikan SEMA dan PERMA terbaru, Code of Conduct Hakim, Peraturan tentang PEMILU, ketentuan Biaya Perkara dan PNBP. Sementara itu, hal-hal yang berkaitan dengan disiplin dan kinerja pegawai, manajemen keuangan dan masalah administrasi lainnya akan disampaikan oleh Dirjen Badilag dan tim dari Badan Urusan Agama Mahkamah Agung. (amr)

Selasa, 04 November 2008

Pengadilan Diminta Siapkan Hakim Pemilu

JAKARTA, SELASA - Mahkamah Agung meminta semua pengadilan di Indonesia untuk segera menyiapkan hakim khusus yang akan menangani perkara pidana pemilihan umum. Setiap pengadilan negeri diminta menyediakan sekurang-kurangnya empat hakim yang akan menangani perkara tersebut.

Juru bicara MA, Djoko Sarwoko, Senin (3/11), menjelaskan, MA sudah mengeluarkan peraturan MA dan surat edaran ketua MA tentang penunjukan hakim khusus perkara pidana pemilu. Peraturan MA Nomor 3 Tahun 2008 dan Surat Edaran MA Nomor 07 A Tahun 2008 itu ditandatangani Bagir Manan.

Djoko menjelaskan, perkara pidana pemilu akan ditangani oleh hakim yang memiliki masa kerja setidaknya tiga tahun. Perkecualian hanya berlaku untuk PN yang tidak memiliki hakim dengan masa kerja tersebut. ”Tiap PN diminta menyiapkan empat hakim. Khusus untuk PN Kelas IA diharapkan dapat menyiapkan dua majelis,” ujarnya.

Hakim-hakim tersebut, tambahnya, akan menangani 50 jenis pelanggaran pidana pemilu seperti yang tercantum dalam UU Pemilu. Mengacu pada pengalaman yang sudah-sudah, kebanyakan perkara yang masuk ke pengadilan terkait dengan persoalan ijazah palsu, pelanggaran kampanye, dan sebagainya.

Dalam surat edaran itu, MA meminta Ketua Pengadilan Tinggi melakukan sosialisasi dan pendalaman UU No 10/2008 tentang Pemilu, khususnya Pasal 252 dan 311, di jajaran peradilan.

Setiap pengadilan juga diminta memerhatikan tahapan penyelenggaraan pemilu yang meliputi pemutakhiran data pemilih, pendaftaran peserta, penetapan peserta, penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan, pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah, masa kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan, penetapan hasil dan pengucapan sumpah anggota DPR dan DPRD.

Rabu, 29 Oktober 2008

Pelepasan Hakim ...

kenangan terindah ....